Oleh: Ayuningtyas Kiswandari
”Letak kebahagiaan manusia adalah pada semangat untuk meraih perkara yang bermanfaat bagi dirinya, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat”, kutipan perkataan Ibnu Qayyim ini relevan dengan konsep dari pemerolehan sebuah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Berbicara mengenai ilmu, maka tidak hanya orang dewasa saja yang mampu mendapatkannya, karena ilmu bagian dari pengetahuan maka seorang anak kecil pun telah mempunyai berbagai pengetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan kecerdasannya. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai apa yang diketahui seseorang merupakan hasil dari usahanya mencari tahu segala bentuk yang ingin diketahuinya agar manusia tersebut mampu mengenali jati dirinya, mampu bermanfaat, untuk kehidupan sekarang (dunia) dan masa depannya (akhirat).
Baik ilmu maupun pengetahuan tak lepas dari ruang lingkup kehidupan pendidikan. Pendidikan salah satu komponen kebutuhan manusia yang harus dipenuhi selain makan, minum, istirahat, dan lain sebagainya. Lantas pertanyaannya mengapa pendidikan merupakan kebutuhan manusia bukan hewan atau tumbuhan?, karena manusialah satu-satunya makhluk yang diciptakan Allah swt dengan perangkat lengkap, memiliki akal. Akal manusia digunakan untuk berfikir dan mencerna segala konsep yang diterima oleh lima panca inderanya, sedangkan hewan memiliki alat indera namun tidak memiliki akal tersebut. Itulah sebabnya mengapa manusia mampu berkembang pesat tinimbang makhluk hidup lainnya. Perlu diketahui bersama bahwa pada waktu lahir seorang bayi hanya memiliki 40% dari otaj dewasanya sedangkan makhluk lain dibekali 70% dari otak dewasanya. Dari sinilah dapat dihubungkan bahwa anak manusia harus banyak melakakukan proses pembelajaran lebih keras agar menjadikan otaknya bernilai 100% dari otak dewasanya.
Jika ingin berhitung mengenai persenan otak bayi yang baru lahir hingga usia dewasanya dari 40% sudah berapa persenkah perkembangan otak kita saat ini? Apakah benar-benar sudah mencapai 100%? Jika belum, maka pendidikanlah yang sangat mengambil peranan dalam perkembangan otak manusia ini. Berperannya pendidikan tentu saja mengandung banyak aspek dan sifat yang kompleks, oleh karena itulah ada batasan pendidikan yang berbeda berdasar fungsinya. Pertama, Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, ini diartikan bahwa pendidikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Kedua, Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi merupakan suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian manusia. Ketiga, Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara yang merancang kegiatan yang terencana untuk membekali seseorang agar menjadi warga Negara yang baik. Keempat, Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja untuk membimbing seseorang sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.
Berdasarkan keempat peranan pendidikan tersebut maka dibutuhkan sebuah pendekatan yang mampu mensinergikan peran fungsi pendidikan itu sendiri. Pendekatan yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan bisa dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Permasalahannya terletak pada variasi metode yang lahir pada saat ini minim nilai ketauhidan kepada Yang Maha Esa. Keminiman ini menurut saya terjadi akibat tidak mampunya tenaga pendidik (pengajar/guru) dalam mengikuti perputaran modernisasi menuju globalisasi pendidikan. Artinya, pendidikan harus segera ‘disuntikkan’ kedalam proses belajar mengajar oleh guru.
Saya ambil sebuah contoh penerapan Ujian Nasional (UN) yang santer pembicaraannya selalu hangat bahkan derajatnya bertambah menjadi panas dipersepsikan masyarakat Indonesia sejak diberlakukannya tahun 200. Perlu ditekankan disini konteks pembicaraan saya terlepas dari anggapan penghasil devisa bangsa, namun pelaksanaan UN ini yang saya lihat menjadi semacam pembentukan kultural (budaya) waspada ketika mendekati dan lepas kendali setelahnya. Ini berarti bahwa pendidikan di bangsa ini tidak membekali siswa dengan kemanfaatan yang utuh yakni jauh sebelum, mendekati, dan setelahnya harus membentuk pribadi yang siap dengan segala tantangan kedepannya karena sejak jauh hari telah dipersiapkan secara matang.
Setiap UN tercium harumnya maka pemberitaan penuh dengan berbagai bentuk doa-doa. Seolah-olah belahan bumi bagian sabang sampai merauke berihram bersama memanjatkan doa (beristighosa), bertaubat dan lain sebagainya. Ini sama sekali bukan kegiatan yang buruk, hanya saja menurut saya bentuk doa-doa yang dilaksanakan berbagai instansi pendidikan untuk menghadapi UN ini benar-benar instan. Mereka lupa akan perlunya keistiqomahan dalam memupuk keimanan. Keimanan tidak bisa dibentuk secara paksa dan tergesa-gesa meskipun dikatakan seorang anak telah mengekor kepercayaan orangtuanya, karena pada hakikatnya keimanan butuh realisasi melalui pengorbanan seorang hamba terhadap Allah swt. Dalam merealisasikan itu semua seseorang butuh bimbingan secara berkelanjutan, tidak setengah-setengah bahkan tidak juga secara mendadak. Berkelanjutan disini merupakan salah satu bentuk upaya membangun pendidikan yang baik.
Inilah yang menjadi titik tekan dan perhatian sebagian kelompok kecil masyarakat yang kini sedikit demi sedikit mulai tersadarkan pentingnya keseimbangan dalam berilmu. Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah) tak luput dari konsep perwujudan sila pertama yang dimiliki bangsa ini; Ketuhanan Yang Maha Esa. Mewujudkan sikap berketuhanan Yang Maha Esa tidak serta merta membalikkan telapak tangan, perlu kesadaran yang utuh dari berbagai elemen tenaga pendidikan.
Mau tidak mau pendidikan islam ini perlu ditegakkan dan dibiasakan demi membangun kepribadian diri yang pada akhirnya menjelma menjadi cakupan yang lebih luas yakni kepribadian bangsa yang baik moral dan etikanya. Moral dan etika yang disampaikan tidak sebatas pada pengetahuan halal dan haram saja tetapi menjadi pakaian setiap pribadi bangsa ini. Penanaman nilai-nilai kebertuhanan Yang Maha Esa menjadi kunci utama bagi terciptanya kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga kesatuan Indonesia membawa kerakyatan Negara ini yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan hingga menuju satu tujuan kita bersama dalam membangun keadilan bagi seluruh rakyat di bumi pertiwi ini, Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar