Sabtu, 30 April 2011

MASA INDAH BERSAMA SAHABATKU


          “Ayuuuuu… main yuuuukkk!” suara cempreng ciliknya mengalun keras depan pagar rumahku, kakinya di ayun gaya anak-anak. Ah, lucu sekali aku mengenang masa-masa indah bersamanya. Menghabiskan hari di TK Islam Nurul Huda, pergi bersama, main bersama. Semua permainan anak-anak kami coba. Masih ingat sekali semua rangkaian peristiwa itu kulalui penuh dengan kepolosan. Diam-diam kami sejak kecil bakat berdagang. Segala macam barang kami dagangkan, tentunya modalnya dari kantong orang tua kami. Mulai dari kartu lebaran, gelang manik-manik, hingga jualan es jeruk. Sebelum jualan kami selalu bermimpi. “Eh kalo ini laku banyak kita bisa kaya”, kata nanda. “iya ya… nanti aku mau belikan diary ah…”, jawabku sekenanya, “hehehehehehe” tawa kami meledak membayangkan akan mendapat keuntungan besar. Padahal yang terjadi setiap kami menjajakan barang jualan kami, selalu rugi.

          Selain kami satu TK, rumah kami sangat dekat. Rumahnya tepat di depan rumahku. Tetangga-tetangga sudah hapal kalau kami ini memang sahabatan sejak kecil. Orang tua kami memasukkan kami di TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) dekat dengan rumah kami. Aku dan sahabatku ini murid TPA yang bisa dikatakan lumayan nakal. Kenakalan kami masih dalam taraf kewajaran. Kami senang sekali mengganggu ustad kami. Kami mengaji setelah maghrib, letak TPA kami tepat depan lapangan dan disampingnya terdapat rumah kosong dan gelap. Kami tergopoh-gopoh datang ke TPA, karena sudah hampir terlambat. Setelah sampai di depan pintu, kami melihat  beberapa deretan sandal. Belum banyak yang datang, mata kami berpandangan sejenak setelah melihat sandal ustad kami. Lalu tertawa kecil, entahlah ide aku atau ide sahabatku akhirnya sandal ustda itu kami lempar di rumah kosong tersebut.

          Riuh suara surat Al-ashr saut-paut di bibir mungil, itu pertanda pertemuan TPA kami telah usai untuk saat itu. Anak-anak dengan gembira keluar dan menyalami ustad untuk segera lari kecil ke rumahnya. Begitu pun aku dan sahabatku, kami selalu menunggu moment pulang. Aku dan sahabatku langsung terbirit-birit untuk segera pulang karena kami selalu jajan jagung bakar seusai mengaji. Hari itu aku benar-benar terkejut, “Eh! Nan! Sandal kita kok sebelahnya lagi mana?” tanyaku panik. Kami langsung mengitar-ngitari rak sandal, tidak berhasil juga kami temukan. Kami menyerah. Di belakang kami telah berdiri ustad kami sambil tersenyum tipis, dengan suara sabarnya ia bertanya, “Kenapa belum pulang?”, “sandal kita gak ada sebelah pak…” jawab kami serentak. “kembalikan dulu sandal bapak!” kata ustad tersebut dengan mata menyelidiki, kami tidak mau mengakui dengan lugunya kami mengatakan “yeee.. emang kita yang ngumpetin?”, “Hoyo jangan bohong… bapak tau kalian kan yang ngunpetin sandal bapak? Hayo balikin!” katanya masih dengan tenang. Kami tertawa kecil, sambil mendongakkan kepala kami ke atas. Ternyata sandal kami diumpetin di atas atap bangunan TPA. Kejadian ini berakhir dengan mengembalikan sandal ustad kami. Hal itu tak membuat kami jera menjaili ustad kami.

          Itu hanya satu bagian dari kisah masa kecil kami. Persahabatan ini masih tetap abadi hingga saat ini. Meskipun kami jarang bertemu, karena mempunyai kesibukan masing-masing tapi kami tetap menjaga rahasia diatara kami. Terima kasih Prima Relanda sahabat terbaikku. Meskipun aku menemui banyak kawan di luar sana, tetap saja kamu lah yang memegang rahasia terpentingku. Kami bersahabat, karena kami tahu sifat masing-masing. Kini, kami telah sama-sama dewasa. Akhirnya kami dipertemukan Allah di kampus pendidikan yang sama juga. Kelak jika kami menjadi sarjana, kami pun ingin sekali membangun lembaga pendidikan. Semoga saja, keusilan kami saat itu tidak menyertai kami pada saat mengajar nanti.


         
Untukmu, sahabat kecilku hingga saat ini…
Perputaran waktu yang mendewasakanku denganmu   
Ku masih merasakan hangatnya persahabatan kita
                 Maafkan aku…
                 Atas kesibukanku, atas waktu yang kubuang tanpa dirimu
                 Aku senantiasa mencintaimu… karena Allah
                 Karena Allah-lah, aku yakin ikatan persahabatan ini tak kan putus

PENTINGNYA PENDIDIKAN ISLAM SEJAK DINI

Oleh: Ayuningtyas Kiswandari
           
            ”Letak kebahagiaan manusia adalah pada semangat untuk meraih perkara yang bermanfaat bagi dirinya, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat”, kutipan perkataan Ibnu Qayyim ini relevan dengan konsep dari pemerolehan sebuah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Berbicara mengenai ilmu, maka tidak hanya orang dewasa saja yang mampu mendapatkannya, karena ilmu bagian dari pengetahuan maka seorang anak kecil pun telah mempunyai berbagai pengetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan kecerdasannya. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai apa yang diketahui seseorang merupakan hasil dari usahanya mencari tahu segala bentuk yang ingin diketahuinya agar manusia tersebut mampu mengenali jati dirinya, mampu bermanfaat, untuk kehidupan sekarang (dunia) dan masa depannya (akhirat).
            Baik ilmu maupun pengetahuan tak lepas dari ruang lingkup kehidupan pendidikan. Pendidikan salah satu komponen kebutuhan manusia yang harus dipenuhi selain makan, minum, istirahat, dan lain sebagainya. Lantas pertanyaannya mengapa pendidikan merupakan kebutuhan manusia bukan hewan atau tumbuhan?, karena manusialah satu-satunya makhluk yang diciptakan Allah swt dengan perangkat lengkap, memiliki akal. Akal manusia digunakan untuk berfikir dan mencerna segala konsep yang diterima oleh lima panca inderanya, sedangkan hewan memiliki alat indera namun tidak memiliki akal tersebut. Itulah sebabnya mengapa manusia mampu berkembang pesat tinimbang makhluk hidup lainnya. Perlu diketahui bersama bahwa pada waktu lahir seorang bayi hanya memiliki 40% dari otaj dewasanya sedangkan makhluk lain dibekali 70% dari otak dewasanya. Dari sinilah dapat dihubungkan bahwa anak manusia harus banyak melakakukan proses pembelajaran lebih keras agar menjadikan otaknya bernilai 100% dari otak dewasanya.
            Jika ingin berhitung mengenai persenan otak bayi yang baru lahir hingga usia dewasanya dari 40% sudah berapa persenkah perkembangan otak kita saat ini? Apakah benar-benar sudah mencapai 100%? Jika belum, maka pendidikanlah yang sangat mengambil peranan dalam perkembangan otak manusia ini. Berperannya pendidikan tentu saja mengandung banyak aspek dan sifat yang kompleks, oleh karena itulah ada batasan pendidikan yang berbeda berdasar fungsinya. Pertama, Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, ini diartikan bahwa pendidikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Kedua, Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi merupakan suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian manusia. Ketiga, Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara yang merancang kegiatan yang terencana untuk membekali seseorang agar menjadi warga Negara yang baik. Keempat, Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja untuk membimbing seseorang sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.
            Berdasarkan keempat peranan pendidikan tersebut maka dibutuhkan sebuah pendekatan yang mampu mensinergikan peran fungsi pendidikan itu sendiri. Pendekatan yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan bisa dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Permasalahannya terletak pada variasi metode yang lahir pada saat ini minim nilai ketauhidan kepada Yang Maha Esa. Keminiman ini menurut saya terjadi akibat tidak mampunya tenaga pendidik (pengajar/guru) dalam mengikuti perputaran modernisasi menuju globalisasi pendidikan. Artinya, pendidikan harus segera ‘disuntikkan’ kedalam proses belajar mengajar oleh guru.
            Saya ambil sebuah contoh penerapan Ujian Nasional (UN) yang santer pembicaraannya selalu hangat bahkan derajatnya bertambah menjadi panas dipersepsikan masyarakat Indonesia sejak diberlakukannya tahun 200. Perlu ditekankan disini konteks pembicaraan saya terlepas dari anggapan penghasil devisa bangsa, namun pelaksanaan UN ini yang saya lihat menjadi semacam pembentukan kultural (budaya) waspada ketika mendekati dan lepas kendali setelahnya. Ini berarti bahwa pendidikan di bangsa ini tidak membekali siswa dengan kemanfaatan yang utuh yakni jauh sebelum, mendekati, dan setelahnya harus membentuk pribadi yang siap dengan segala tantangan kedepannya karena sejak jauh hari telah dipersiapkan secara matang.
            Setiap UN tercium harumnya maka pemberitaan penuh dengan berbagai bentuk doa-doa. Seolah-olah belahan bumi bagian sabang sampai merauke berihram bersama memanjatkan doa (beristighosa), bertaubat dan lain sebagainya. Ini sama sekali bukan kegiatan yang buruk, hanya saja menurut saya bentuk doa-doa yang dilaksanakan berbagai instansi pendidikan untuk menghadapi UN ini benar-benar instan. Mereka lupa akan perlunya keistiqomahan dalam memupuk keimanan. Keimanan tidak bisa dibentuk secara paksa dan tergesa-gesa meskipun dikatakan seorang anak telah mengekor kepercayaan orangtuanya, karena pada hakikatnya keimanan butuh realisasi melalui pengorbanan seorang hamba terhadap Allah swt. Dalam merealisasikan itu semua seseorang butuh bimbingan secara berkelanjutan, tidak setengah-setengah bahkan tidak juga secara mendadak. Berkelanjutan disini merupakan salah satu bentuk upaya membangun pendidikan yang baik.
            Inilah yang menjadi titik tekan dan perhatian sebagian kelompok kecil masyarakat yang kini sedikit demi sedikit mulai tersadarkan pentingnya keseimbangan dalam berilmu. Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah) tak luput dari konsep perwujudan sila pertama yang dimiliki bangsa ini; Ketuhanan Yang Maha Esa. Mewujudkan sikap berketuhanan Yang Maha Esa tidak serta merta membalikkan telapak tangan, perlu kesadaran yang utuh dari berbagai elemen tenaga pendidikan.
            Mau tidak mau pendidikan islam ini perlu ditegakkan dan dibiasakan demi membangun kepribadian diri yang pada akhirnya menjelma menjadi cakupan yang lebih luas yakni kepribadian bangsa yang baik moral dan etikanya. Moral dan etika yang disampaikan tidak sebatas pada pengetahuan halal dan haram saja tetapi menjadi pakaian setiap pribadi bangsa ini. Penanaman nilai-nilai kebertuhanan Yang Maha Esa menjadi kunci utama bagi terciptanya kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga kesatuan Indonesia membawa kerakyatan Negara ini yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan hingga menuju satu tujuan kita bersama dalam membangun keadilan bagi seluruh rakyat di bumi pertiwi ini, Indonesia.        

Jumat, 08 April 2011

Langkahku Menapak Cita


Bersama 7-2 (seusai pelajaran olah raga)

Boys are in 7-1_Chiizzz
Muslimah di 7-1 (miss u childrens^^)
Oleh: Ayuningtyas Kiswandari



Adanya pohon selingkar tangan berasal dari bibit dalam tanah
Akan sampai pada lima KM dimulai dari satu langkah

Seperti itulah kira-kira kata mutiara yang dapat mendeskripsikan bagaimana sebuah cita-cita itu tidak akan tercapai tanpa sebuah permulaan dan tekad untuk mewujudkannya. Masih terkesima dengan pengalamanku berdiri di depan kelas pada saat PPL (Praktek Pengenalan Lapangan). Mahasswa semester 7 yang mengambil jalur kependidikan pasti akan menelan mentah-mentah pengalaman mengajar di sekolah. Ya, menjadi guru sekaligus asisten bagi guru bidang studi di sekolah yang ditunjuk.

Entah bagaimana perasaan guru bidang studi saat menerima mahasiswa PPL, aku tidak merasakan jelas. Pastinya sebagai mahasiswa kami sangat membutuhkan bimbingan beliau dalam terjun ke lapangan pendidikan. Proses belajar mengajar yang dulunya aku menjadi objek (siswa), kini menjadi subjek (guru). Ilmu? janganlah ditanya. Mahasiswa sudah melalui proses penimbaan ilmu dari semester ke semester, yang menjadi kegundahan adalah ketika aku (mahasiswa) harus mampu mentransfer ilmu yang kumiliki pada sekitar 40 anak. Tidak hanya itu, perangkat pembelajaran, metode pengajaran, dan tetek bengek lainnya pun harus aku kuasai.

Siap tidak siap inilah episode hidup yang harus kuhadapi. Perkenalan indah membekas di sanubari terdalamku. Mendapatkan kesempatan mengajar anak-anak kelas satu SMP (7). Bagaimana caraku meluahkan semua perasaan ini? sungguh anak-anak itu masih sangat polos, badannya mungil-mungil, suaranya masih kanak-kanak, tingkahnya selalu mencari perhatian gurunya. Ah! Dasar anak-anak selalu menggemaskan. Kesabaran demi kesabaran terus menyelimutiku menghadapi mereka. Jika aku keras sedikit maka anak-anak langsung diam dan menekukkan wajahnya seraya berkata "Ibu guru galak banget siiihhh...". Jika mereka bosan aku harus mencari cara agar mereka semangat kembali. Hebat! Benar-benar kurasakan betapa mulianya profesi seorang guru itu.

Jauh silam meninggalkan masa kini, masa dimana kini aku menjalani PPLku. Ingat sekali saat aku masih kanak-kanak cita-citaku menjadi guru. Jika kebanyakan anak menginginkan menjadi seorang dokter, maka aku lantang menjawab ingin jadi guru!. Meski tanpa perencanaan, karena semua mengalir begitu saja, aku yakin ini semua adalah aliran doa-doa ibu dan bapakku yang tak lelah mendoa untuk kebahagiaan anaknya. Benarlah aku takkan sampai pada PPL jika tidak memulai dengan tekad menjadi seorang guru.

Kelak Allah akan membuka jalan panjangnya untukku. Ya, entah benar jadi guru sesungguhnya atau tidak, paling utama yang harus disadari, aku adalah madrasah pertama bagi generasi selanjutnya.

Jika bukan karena guru
Mungkin takkan ada profesi lain
Dokter pintar karena guru
Insyinyur cerdas karena guru
Ulama terarah pun karena guru

Guru di atas guru...
Jangan pernah berhenti untuk berguru
Yang terbaik adalah
Menjadi guru tanpa harus menggurui...


Rawamangun, 16/08/2010_23.15
-Syahru Ramadhan-

Kakaknda, SNA, Selamanya....


Irama langkahnya pekat pada memoriku
Meskipun jejak-jejaknya lebih nyata pada permukaan yang basah, kena hujan
Kakaknda...
Dia menyukai alunan melodi hujan
senang beriak tawa, gelegar bahagia saat rinai mata air itu turun
Meski seusainya belum tentu pelangi muncul, namun Kakaknda tetap bahagia
Masih ingat...
Saat aku membetulkan setiap langkahnya yang begitu ketakutan
Menuntun kemana kehendaknya pergi
Dialah kakaknda kami, penuh cerita dalam sajaknya
_______________.......
Setiap pergantian masa, Kakaknda selalu ribut dicarikan adik baru
Bila egoku terus menanyakan, "Tak cukupkah kehadiranku menjadi warna baginya?".
"Adik sudah dewasa, aku masih mau bermain (bersama rinai hujan)", begitu katanya
aku semakin dibuatnya membisu...
"Adik... carikan aku adik baru! aku berjanji akan tetap menyayangimu, percayalah", begitu rengeknya.
sungguh heran... berhadapan dengan Kakaknda berarti aku menerima satu ilmu pelajaran sabar darinya
"Jangan naif Adik, aku ingin membiarkan kedewasaanmu tumbuh tanpa halangan dariku"
"baiklah"
"senyumlah Adik"
meski dipaksakan akhirnya :)
______________.........
(dalam masa yang baru)
"Aku telah mendapatkan seorang Adik"
"Benarkah?"
"Ya"
"kamu sekarang sudah dewasa, sudah jadi Ibu Guru"
"Belum, Kak..."
"tapi kamu Ibu Guru, Ibu Guru!"
"terserah"
"Aku punya hadiah untukmu.."
"Apa itu?"
;merogoh tasnya yang merah jambu, "Aku lupa"
"selalu saja begitu"
"maaf ya Bu Guru..hehehe"
"hehehehe"
_________.....
"Menjadi guru itu sulit, kamu harus berhati-hati... salah sedikit bisa memberikan efek yang luar biasa untuk anak didikmu kelak sampai ia dewasa nanti, dan itu fatal!", Kakaknda serius berkata
"iya aku tahu, sepertimu?"
"iya, masa laluku terlalu membekas untukku... kamu sudah dewasa adik!"
"kakak juga dewasa", kali ini aku menimpal
_________......
terlalu banyak cengkarama kami
waktu yang telah membawa kami pada kenyataan, bahwa kedewasaanku dan Kakaknda jelas berbeda
"masih saja suka main hujan", jengkelku
"selamanya"
"kalau begitu selamanya juga Kakak harus terus berjuang! tanggung... sudah sejauh ini kakak berusaha!"
_________....
mengenai malam tadi. saat pesan Kakaknda sampai di layar ponselku; kini akan kurungkai dalam sebuah sajak yang kalah indah dengan kebersamaan kita.
"JANGAN MAU BERHENTI BERJUANG KAKAKNDA..."
.............................................................
Aku tak peduli Kakaknda bagaimana, bagiku Kakaknda selamanya...


SELAMANYA....