Selasa, 29 Maret 2011

“Ingatlah, Kau Dapat Bertahan karena Tulang Rusuk…”

Oleh: Ayuningtyas Kiswandari

            Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam, sependapatkah kalian dengan pernyataan tersebut?. Ternyata ada loh yang berbeda pendapat, menurut salah satu bacaan yang pernah saya baca mengatakan bahwa wanita tercipta dari doa pria. Hmm…? begini nih alasannya; saat itu Adam diciptakan dan hidup di dalam surga, jangan diragukan lagi bahwa Adam bergelimang kemewahan surgawi. Tapi apa kenyataannya? Segala kemewahan itu terasa hambar karena tiada kawan berbagi bagi Adam dalam menikmati surga tersebut. Hingga Adam memanjatkan permohonan “Ya Allah anugerahi hamba teman agar kebahagiaan ini semakin sempurna dalam ridha-Mu”. Maha Pengasih Allah, hingga ia mengabulkan permohonan Adam dengan menciptakan Hawa.
            Terlepas dari perbedaan pendapat diatas, yang jelas wanita menjadi umat yang diciptakan Allah setelah Adam. Meskipun diciptakan setelah Adam bukan berarti wanita menjadi nomor dua dan diduakan ( Loh kok?? :) ). Keimananlah yang membedakan dimata Allah (QS. An-Nahl:97). Jangan kecil hati kaum hawa! Lihatlah, betapa banyak kelebihan yang melekat pada diri kita. Kelebihan? Ya… jika diperhatikan dari segi padanan huruf saja W-A-N-I-T-A lebih banyak dari P-R-I-A, P-E-R-E-M-P-U-A-N lebih banyak dari L-A-K-I-L-A-K-I (padahal sudah direpetisi (diulang) kata ‘laki’), U-K-H-T-I lebih banyak dari A-K-H-I, G-I-R-L lebih banyak dari B-O-Y. Hal ini menandakan kelebihan wanita lebih dari sekedar tulisan.
            Berbekal perasaan yang terus diasah, perempuan berlari lebih dulu dari laki-laki. Kekayaan jiwalah yang membuat kaum hawa sanggup menjalankan multiperan. Baik sebagai seorang gadis, istri, dan ibu yang baik. Keistimewaaan yang komplit itu melahirkan cinta dan kasih sayang. Kenalkah kalian dengan Paparons Pizza? Siapa dibelakang Paparons Pizza? Dialah Haji Hisyam Said, seorang pengusaha sukses, penasihat Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia (JPMI). Lalu apa rahasia suksesnya dalam mengelola Paparons Pizza?
  1. Kerja keras
  2. Minta doa restu kedua orangtua
  3. Tidak lepas dari Al-Quran
  4. Jangan lupa sedekah
Dan yang terpenting dari itu semua adalah “kekuatan dahsyat seorang ibu.” Figur saya adalah ibu saya, kata Hisyam Said. Masih banyak contoh sukses lainnya yang semua bermula dari penghormatan tinggi kepada kaum hawa (ibu).
            Laki-laki memerlukan suntikan moral dari istri, dan tunggulah hal-hal hebat sanggup dilakukannya. Munir adalah contoh suami yang memperoleh energy perjuangan dari kekuatan cinta wanita. sederet panjang penghargaan disandangnya. Inilah kekuatan kaum hawa terletak pada kesucian cinta yang dipersembahkan bagi orang-orang yang dikasihinya.
            Beku sudah lisan ini ketika tak ada lagi air mata wanita yang senantiasa menetes saat mendoakan orang-orang yang dikasihinya. Dan.. disaat itu sederet kata tercipta:
 ‘Dibalik pahlawan besar, ada wanita-wanita besar’ tentu saja sejarah kembali mengulang betapa ‘Ada ibu dibalik kesuksesanmu’ bahkan ketika kau ingin memicingkan mata untuk kaum hawa, suatu saat kau akan kecewa karena ‘selalu ada perempuan kuat dibalik keberhasilan lelaki hebat’… maka ‘ingatlah, kau dapat bertahan karena tulang rusuk’
 *****
Sumber:
The Great Power of Mother karya Solikhin Abu Izzuddin
Ukhti hatimu di Jendela Dunia karya Yoli Hemdi


Minggu, 27 Maret 2011

Rumus SUKSES Berawal dari MEMBACA

Oleh: Ayuningtyas Kiswandari


Ambilah pelajaran dan hikmah dari setiap kejadian yang ada disekitar kita, memang begitulah hakikatnya sebuah kehidupan. Kejadian itu salah satunya dapat kita peroleh dari sebuah kegiatan yang awalnya hanya untuk santai-santai saja, misal pada saat kita menonton acara televisi. Ya, inilah yang terjadi pada saya, maksud hati hanya iseng-iseng saja menyalakan televisi dan menonton berita di bulan Mei ini, rasanya tidak asing llagi ini bulannya pendidikan. Pendidikan yang saya bicarakan disini hanya payung kecilnya saja. Hasil reportase memberitakan seorang siswi SMP Negeri 1 Karanganyar, Kebumen menjadi peraih nilai UN terbaik se-nasional. Kebanggaan sudah tentu dirasakan kedua orangtua, guru, teman-teman, dan Fitriana (nama siswi tersebut). Disaat anak-anak yang lain dihinggapi rasa kegugupan serta ketakutan yang berlebih menghadapi Ujian Nasional justru Fitriana mengaku santai saja.

Tentunya kita semua bertanya apa yang membuat Fitriana tidak gugup seperti teman-teman yang lainnya. Kunci jawaban pertanyaan kita cuma satu yaitu MEMBACA. Tepat sekali, yang membedakan Fitriana dengan anak-anak yang lain adalah intensitasnya yang lebih dekat dengan aktivitas membaca. Alhasil nilai yang dicapai dari empat mata pelajaran hampir sempurna yakni 39,8 atau rata rata mendapatkan 9,95. Bahasa Indonesia mendapatkan nilai 10, Matematika 10, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memperoleh 10. Hanya Bahasa Inggris yang mendapat 9,8.

Sebenarnya tidak ada yang spesial dari Fitriana ini, layaknya anak-anak seusianya senang bermain. Namun, memang diakui Cipto Raharjo, sang Ayah, bahwa ”Fitriana memang rajin belajar. Baik saat menjelang ujian maupun tidak, anaknya itu suka mengulang pelajaran di rumah. Waktunya tidak menentu, namun lebih sering belajar pada malam hari.” Pantas jika sejak SD anaknya memang cukup pintar. Sehingga waktu masuk SMPN 1 Karanganyar, dia menjadi terbaik ke-2 dan mendapatkan beasiswa selama setengah tahun.

Inilah salah satu hikmah yang dapat kita ambil. Kesuksesan yang kini dicapai Fitriana adalah dari sebuah usaha yang sebenarnya kita semua mampu melakukannya, MEMBACA. Ini mengingatkan kita kepada ayat al-qur’an yang turun pertama kali yaitu al-alaq; iqro’ (membaca). Tidak perlu diragukan lagi, bahkan kita tak punya pilihan lain jika ingin sukses ya membaca. Membaca apapun yang ingin kalian baca karena dengan membaca berarti kita telah memberikan kesempatan kepada saraf-saraf otak kita untuk senantiasa bekerja melalui proses berpikir dan mencerna sebuah informasi.

Sekali lagi, ini menjadi pelajaran bagi kita semua dan khususnya bagi saya sendiri (penulis) untuk mulai mengaktifkan kembali gerakan membaca. Mari kita bangun budaya membaca. SELAMAT MEMBACA, MAKA KESUKSESANMU ADA DI DEPAN MATA!.

Cermin Tinggi Bangsa karena Bahasa

Oleh: Ayuningtyas Kiswandari*

            Perjalanan bangsa Indonesia sangatlah panjang. Peranan sejarahlah yang mengantarkan kita ke depan gerbang kemerdekaan yang aromanya masih terasa di dada masyarakat Indonesia, terutama pemudanya. Pemuda dikategorikan berdasarkan umur 15 hingga 35 tahun).[1] Terkait dengan umur pemuda biasanya identik dengan mahasiswa. Bukan bermaksud mengenyampingkan pemuda yang duduk di bangku sekolah lanjutan atas, melainkan pemuda yang identik dengan mahasiswa ini biasanya proses berpikirnya mulai kompleks, gelora kepemudaaan lebih matang, dan berani dalam bertindak. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa berada pada puncak mengeksistensikan pemikirannya. Terbukti jauh sebelum sekarang, gelora tersebut muncul pada pemuda bangsa ini tepatnya 28 Oktober 1928 pemuda Indonesia mengeksistensikan pemikirannya salah satunya berbahasa satu bahasa Indonesia dalam sebutannya sumpah pemuda.
            Bahasa Indonesia bukan berarti baru lahir pada sumpah pemuda, namun bahasa Indonesia telah ada sebelumnya yang telah kita sama-sama ketahui akarnya adalah dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) digunakan bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.[2] Ini disebabkan bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai salah satu alat komunikasi mereka. Semakin maraknya penggunaan Bahasa Melayu oleh masyarakat di beberapa daerah turut mengikuti corak kebudayaan di masing-masing daerah tersebut. Melihat keadaan ini pemudalah yang pada saat itu sadar bahwa persoalan bahasa ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka berkumpul untuk menyatukan suara sampai penuh serta ditumpahkan dalam teriakan tiga rumusan sumpah pemuda.
            Sumpah pemuda sadar atau tidak sadar telah mengantarkan dan mendekatkan bangsa ini kedepan cita-cita terbesarnya, merdeka. Secara perlahan namun pasti momentum kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bangsa Indonesia semakin pesat. Khusus dalam pengaplikasian bahasa Indonesia sebagai bahasa yang satu digunakan dalam setiap lini. Perdangangan, perpolitikan, sampai persuratkabaran di media-media cetak pada saat itu digalakkan dalam menggunakan bahasa ini. Puncak nyata keberhasilan adalah perumusan teks proklamasi disusun dalam bahasa Indonesia, sejak itulah resmi bangsa ini merdeka.
            Melalui perantara bahasa, cita-cita besar bangsa terwujud. Indonesia saat itu boleh saja membusungkan dada tinggi-tinggi akan keberhasilannya keluar dari jeratan penjajahan yang lebih dari sekedar kenyang melanda. Masa silam yang dialami bangsa inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi bangsa lain. Sejak dulu hingga saat ini bangsa lain tetap datang kesini namun, tidak lagi dalam pakaian penjajahan secara kasat mata misalnya dengan mengambil pakasa hasil bumi Indonesia atau membelinya dengan harga yang sangat minim sehingga rakyat pada saat itu tidak mengenal kata surplus. Saat ini bangsa lain silaturahmi ke bangsa ini dengan berbagai kepentingan seperti berdagang, membangun industri, mendirikan lapangan pekerjaan, dan lain sebagainya. Satu hal yang harus menjadi kesadaran bagi bangsa ini bahwa pendatang tersebut ternyata datang pun membawa kebudayaan, gaya hidup, yang lekat dengan mereka. Kesadaran ini harusnya segera dibentengi bagi mereka yang masih berkategori pemuda. Pemudalah yang paling mudah menerima pemikiran-pemikiran baru.
            Sayangnya benteng pemuda bangsa ini masih tidak sekokoh benteng pemuda di abad sumpah pemuda itu. Budaya hidup ketimuran bangsa ini perlahan mulai bergeser diantaranya: menjamurnya perilaku konsumtif, responsif positif pada bahasa asing, dan lain sebagainya sulit untuk dibendung lagi. Bahasa Indonesia seolah turun pamor bak artis ibu kota yang terlanjur tidak diminati lagi lantaran banyak pendatang baru. Pendatang baru yang saya maksud ialah bahasa asing. Jika hal ini terus dibiarkan maka mungkin saja akan terasa asing ketika berada di negeri sendiri. Sebagai contoh apabila kedatangan orang asing di tanah air Indonesia banyak sekali diantara masyrakat kita berkomunikasi menyesuaikan bahasa pendatang tersebut. Semakin terasa diistimewakan sekali pendatang tersebut.
            Sungguh kemirisan ini dirasakan setelah fenomena sekarang tidak sebagaimana yang diharapkan. Sejarah yang mengantarkan kita sampai pada saat ini tidak dipungkiriada peranan bahasa di dalamnya. Jika bahasa dapat menyatukan bangsa ini, maka seterusnya pun bahasa bisa menjadi alternatif untuk bersaing dengan kemajuan bangsa lain. Jika dahulu bahasa mampu digerakkan oleh para pemuda untuk menyongsong cita-cita bangsa lantas sekarang kemana pergerakan pemuda itu? kehilangan arahkah pemuda kita?.
            Kenyataan yang terjadi kini tak perlu lagi dibahas terlalu lebar karena pertanyaan diatas menuntut kita untuk mencari solusi terbaik yang harus dilakukan bangsa ini, terutama oleh elemen penggerak yang muda, pemuda sebagai harapan. Pemuda yang memiliki mobilitas tinggilah yang mampu membawa bangsa ini kepada persaingan dengan bangsa lain. Seperti yang telah dikatan sebelumnya bahwa bahasa bisa menjadi alternatif penggeraknya. Pemuda cukup membakar kembali semangatnya seperti pemuda zaman sumpah pemuda itu. Kenali bahasa kita dengan sebaik-baiknya terlebih dahulu, bahasa Indonesia tidak menuntut bangsa ini untuk memahaminya tetapi dengan memahami bahasa Indonesia maka kita mampu mengangkat derajat bangsa ini.
            Menurut Dendy Sugono, kepala Pusat Bahasa, kita harus meningkatkan mutu daya ungkap bahasa kita. Bahasa Indonesia dituntut mampu mengungkapkan berbagai keperluan yang dibutuhkan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta dalam berinteraksi secara luas, global.[3] Dalam keperluan bermasyarakat, bahasa Indonesia harus memiliki keluwesan pengungkapan yang beragam dan santun. Sedangkan dalam keperluan berbangsa maka bahasa Indonesia harus tetap mempu menjadi alat pemersatu serta menjadi lambang bagi jati diri bangsa yang menjadi kebanggaan. Bahasa Indonesia pun dituntut tetap mempu menjadi sarana bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta dalam media massa. Keterkaitan bahasa Indonesia dengan interaksi dunia internasional adalah bahasa Indonesia harus mampu menarik daya pesona masyarakat internasional untuk belajar bahasa Indonesia.  
            Untuk dapat mengikuti persaingan di kancah internasional bahasa Indonesia membutuhkan pemekaran dalam peristilahan. Persaingan saat ini tentunya harus seimbang mengikuti perubahan dan perkembangan zaman. Sebagai agen perubahan, pemuda harus peka terhadap kebutuhan-kebutuhan bangsa ini dalam hal peristilahan bahasa. Pemekaran istilah di bidang ilmu pengetahuan, bidang teknologi informasi, bidang budaya dan daerah, dan lain sebagainya menjadi perhatian selanjutnya. Istilah dalam bidang ilmu pengetahuan harus senantiasa dipadankan dengan istilah-istilah yang banyak bermunculan di berbagai bisang ilmu itu sendiri (seperti agama, pendidikan, psikologi, hokum, kimia, fisika, matematika, biologi, filsafat, farmasi, teknologi komunikasi, perbintangan, kedokteran, dan sebaginya). Pemuda yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan tersebut masing-masing membutuhkan peristilahan baru untuk kode bahasa Indonesia yang mutakhir. Maka kita dapat membentuk glosarium bagi bidang ilmu tersebut.
            Dalam bidang teknologi informasi pun harus terkini. Teknologi informasi kini pesat kemajuannya. Sebagai contoh teknologi komputer tidak hanya menghasilkan alat bantu kerja tulis dan cetak saja bahkan kini merambah menjadi fungsi komunikasi. Terciptanya jejaring-jejaring sosial, kebutuhan pengaplikasian untuk menunjang kemunikasi dalam jejaring sosial tersebut tentu produksi bangsa lain. Hal ini sah-sah saja sebenarnya, hanya saja jika kita belum mampu memproduksi sebuah aplikasi dalam teknologi informasi ini paling tidak kita lantas menolah menelan mentah-mentah produksi tersebut. Cukup dengan mencari istilah baru dalam bahasa Indonesia mampu menjadi langkah awal kita dalam menunjukkan sikap berdaya saing dengan bangsa lain meskipun itu menjadi pelecut keras bagi kita dalam meresponsi canggihnya teknologi tersebut.
            Wilayah Indonesia yang berkepulauan dan bersuku-suku daerah tidak dipungkiri memiliki bahasa daerah yang banyak. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan instansi pemerintah yakni Pusat Bahasa tercatat terdapat 746 bahasa daerah yang ada di nusantara ini. Bukan angka yang kecil untuk menyatakan bahwa kita miskin diksi dalam peristilahan. Banyaknya bahasa daerah dapat kita manfaatkan untuk memperkaya khasanah bahasa pemersatu kita, bahasa Indonesia. Upaya ini dapat menjadikan masyarakat Indonesia merasa ikut mengarahkan perkembangan bahasa kebangsaannya sehingga tumbuh rasa ikut memiliki dan mencintai tanah air ini.
            Selanjutnya kampanye cinta bahasa Indonesia bisa dilakukan. Cinta bahasa berarti lekat serta erat dengan sastra. Sastra ada dalam wujud bahasa. Kampanye merupakan salah satu upaya yang juga berperan penting dalam menyemarakkan dan menggalakkan penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan dan apresiasi sastra. Kampanye cinta bahasa Indonesia dilakukan ke seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai pendekatan dan metode yang tentunya kembali di sesuaikan dengan perkembangan zaman. Kampanye tidak hanya dilakukan oleh sekelompok orang di tengah lapang, namun kampanye disini dapat diaplikasikan dalam hal-hal yang kecil dan paling dekat dengan kehidupan. Misalkan membacakan dongeng dengan bahasa yang baik kepada anak-anak, penulis dalam mengungkapkan suatu pendapat dengan menggunakan bahasa Indonesia yang apik, guru yang sedang mengajar di kelas, aparatur pemerintah, wartawan, dan yang lebih penting dan strategis dilakukan di kalangan pelajar atau mahasiswa.
            Kampanye cinta bahasa Indonesia selain menjadi jalur penyuluhan pun dapat dilakukan dalam media cetak ataupun elektronik serta media luar ruang lainnya. Dalam media ini menurut saya merupakan tindakan kampanye yang paling dekat dengan masyarakat dan cepat diserap dan diterima. Dengan mengimbau bahwa masyarakat harus senantiasa cinta bahasa Indonesia dan tidak malu berbahasa Indonesia lagi-lagi sebagai upaya penyiapan genersi pelapis melalui penanaman kecintaan terhadap bahasa Indonesia itu sendiri. Upaya lainnya ditempuh dengan cara memberikan sebuah apresiasi atau penghargaan terhadap pengguna bahasa Indonesia terbaik di beberapa instansi. Dengan ini diharapkan mampu menumbuhkan sikap persaingan positif dalam mencintai bahasa persatuan ini.
            Tidak habis membicarakan gelora pemuda karena ialah yang paling energik serta memiliki mobilitas yang tinggi dalam melakukan sesuatu. Maka pantaslah jika banyak yang menyebut pemuda sebagai pengalihan tongkat estafet perjalanan suatu urusan, kemajuan Negara. Banyak jalan yang bisa ditempuh oleh para pemuda melalui hasil pikiran-pikiran cemerlangnya. Bangsa lain beradab karena pengahargaan rakyatnya yang tinggi terhadap bahasanya. Mereka sadar bahwa bahasa menunjukkan bahasa serta cermin tinggi bangsa karena bahasa yang diakui dinegaranya.
            Belajar dari sejarah tentu banyak mengambil pelajaran berarti bagi kehidupan kedepannya. Sudah saatnya pemuda Indonesia memuka mata untuk lebih peduli terhadap kemajuan bangsa. Kejelian pemuda membaca situasi serta kondisi saat ini dan untuk masa depan merupakan kunci sukses bagi kemajuan bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mau bersaing dengan bangsa lainnya secara sehat dan sportif.  Semoga kedepannya tidak ada lagi pemuda bangsa yang masih berpangku tangan melihat kondisi bangsa yang sudah saatnya dibenahi. Dengan apa lagi kita dapat mempersatukan bangsa ini? dengan agama? Kita ketahui bersama agama yang diakui di Negara ini lebih dari satu, seringkali terjadi persikutan kecil melalui perbedaan agama. Menurut saya satu-satunya harapan yang dapat menyatukan bangsa ini adalah bahasa.
*****         


[1] Elizabeth Hurlock, Perkembangan Anak jilid 1(Jakarta: Erlangga, 1987).
[3] Sugono, Dendy. Pesona Bahasa dan Satra Indonesia di Mata Dunia Internasional (makalah untuk seminar nasional Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia (IMABSII)). (12 Juli 2010).

Jumat, 25 Maret 2011

DARATAN CINTA MILIK PALESTINA

Oleh: Ayuningtyas Kiswandari


Kemenangan itu hakikatnya milik siapa?
Syuhada telah meninggalkan kapal fana ini
Sejuta cinta
Air mata bahagia
Aroma surgawi telah meletup-letup dalam dadanya

Siapakah yang berhak atas kemenangan?
Ini hanya episode kehidupan
Untuk menelan getirnya medan pertempuran
Babak demi babak dilalui
Adegan per adegan dilakoni secara sempurna
Lebih sempurna dari pemain laga peraih piala

Adakah yang bertanggung jawab atas kemenangan nantinya?
Acungkan tanganmu kawan!
Acungkan yang ingin bertanggung jawab
Semua hanya retorika belaka

Pemimpin mana lagi yang mau adu edukasi di atas mimbar dunia?
Kami berani menjamin
Sejuta pemimpin yang naik ke atas mimbar dunia itu,
Mereka akan bisu, terpasung, bahkan buta

Dunia ini benar-benar bagai memejamkan matanya…

Demi sejengkal daratan yang bergenang darah
Mereka saja tak lelah menebar cinta
Tanyakan pada seluruh penjuru dunia
Siapakah yang benar-benar empati padanya?

Sodorkanlah semua kekuatanmu yang ada
Karena Allah tak pernah diam
Untuk menolong daratan cinta milik Palestina…