“Ayuuuuu… main yuuuukkk!” suara cempreng ciliknya mengalun keras depan pagar rumahku, kakinya di ayun gaya anak-anak. Ah, lucu sekali aku mengenang masa-masa indah bersamanya. Menghabiskan hari di TK Islam Nurul Huda, pergi bersama, main bersama. Semua permainan anak-anak kami coba. Masih ingat sekali semua rangkaian peristiwa itu kulalui penuh dengan kepolosan. Diam-diam kami sejak kecil bakat berdagang. Segala macam barang kami dagangkan, tentunya modalnya dari kantong orang tua kami. Mulai dari kartu lebaran, gelang manik-manik, hingga jualan es jeruk. Sebelum jualan kami selalu bermimpi. “Eh kalo ini laku banyak kita bisa kaya”, kata nanda. “iya ya… nanti aku mau belikan diary ah…”, jawabku sekenanya, “hehehehehehe” tawa kami meledak membayangkan akan mendapat keuntungan besar. Padahal yang terjadi setiap kami menjajakan barang jualan kami, selalu rugi.
Selain kami satu TK, rumah kami sangat dekat. Rumahnya tepat di depan rumahku. Tetangga-tetangga sudah hapal kalau kami ini memang sahabatan sejak kecil. Orang tua kami memasukkan kami di TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) dekat dengan rumah kami. Aku dan sahabatku ini murid TPA yang bisa dikatakan lumayan nakal. Kenakalan kami masih dalam taraf kewajaran. Kami senang sekali mengganggu ustad kami. Kami mengaji setelah maghrib, letak TPA kami tepat depan lapangan dan disampingnya terdapat rumah kosong dan gelap. Kami tergopoh-gopoh datang ke TPA, karena sudah hampir terlambat. Setelah sampai di depan pintu, kami melihat beberapa deretan sandal. Belum banyak yang datang, mata kami berpandangan sejenak setelah melihat sandal ustad kami. Lalu tertawa kecil, entahlah ide aku atau ide sahabatku akhirnya sandal ustda itu kami lempar di rumah kosong tersebut.
Riuh suara surat Al-ashr saut-paut di bibir mungil, itu pertanda pertemuan TPA kami telah usai untuk saat itu. Anak-anak dengan gembira keluar dan menyalami ustad untuk segera lari kecil ke rumahnya. Begitu pun aku dan sahabatku, kami selalu menunggu moment pulang. Aku dan sahabatku langsung terbirit-birit untuk segera pulang karena kami selalu jajan jagung bakar seusai mengaji. Hari itu aku benar-benar terkejut, “Eh! Nan! Sandal kita kok sebelahnya lagi mana?” tanyaku panik. Kami langsung mengitar-ngitari rak sandal, tidak berhasil juga kami temukan. Kami menyerah. Di belakang kami telah berdiri ustad kami sambil tersenyum tipis, dengan suara sabarnya ia bertanya, “Kenapa belum pulang?”, “sandal kita gak ada sebelah pak…” jawab kami serentak. “kembalikan dulu sandal bapak!” kata ustad tersebut dengan mata menyelidiki, kami tidak mau mengakui dengan lugunya kami mengatakan “yeee.. emang kita yang ngumpetin?”, “Hoyo jangan bohong… bapak tau kalian kan yang ngunpetin sandal bapak? Hayo balikin!” katanya masih dengan tenang. Kami tertawa kecil, sambil mendongakkan kepala kami ke atas. Ternyata sandal kami diumpetin di atas atap bangunan TPA. Kejadian ini berakhir dengan mengembalikan sandal ustad kami. Hal itu tak membuat kami jera menjaili ustad kami.
Itu hanya satu bagian dari kisah masa kecil kami. Persahabatan ini masih tetap abadi hingga saat ini. Meskipun kami jarang bertemu, karena mempunyai kesibukan masing-masing tapi kami tetap menjaga rahasia diatara kami. Terima kasih Prima Relanda sahabat terbaikku. Meskipun aku menemui banyak kawan di luar sana, tetap saja kamu lah yang memegang rahasia terpentingku. Kami bersahabat, karena kami tahu sifat masing-masing. Kini, kami telah sama-sama dewasa. Akhirnya kami dipertemukan Allah di kampus pendidikan yang sama juga. Kelak jika kami menjadi sarjana, kami pun ingin sekali membangun lembaga pendidikan. Semoga saja, keusilan kami saat itu tidak menyertai kami pada saat mengajar nanti.
Untukmu, sahabat kecilku hingga saat ini…Perputaran waktu yang mendewasakanku denganmu
Ku masih merasakan hangatnya persahabatan kita
Maafkan aku…Atas kesibukanku, atas waktu yang kubuang tanpa dirimuAku senantiasa mencintaimu… karena AllahKarena Allah-lah, aku yakin ikatan persahabatan ini tak kan putus